MATARAM, Warta NTB – Sebanyak 132 orang Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 dilantik secara serentak di 10 Kab-Kota se NTB, Rabu (2/1/2019).
Anggota PPK yang dilantik tersebar di 116 kecamatan se NTB dan pelantikan dilakukan di Kantor KPU masing-masing sehingga tiap kecamatan terdapat 2 orang anggota PPK tambahan yang dilantik.
Sebelumnya, sesuai ketentuan Undang-Undang nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, jumlah Anggota PPK ditentukan sebanyak 3 orang, dan telah dilantik oleh KPU kab-kota.
Namun seiring dengan adanya Judicial Review UU No. 7 Tahun 2017 yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Erik Fitriadi dan Miftah Farid yang merupakan anggota KPU kab-kota serta Wahab Suneth, Iwan Setiyono, Akbar Khadafi, Turki, Mu’ammar, Habloel Mawadi yang merupakan calon anggota KPU kab-kota. Berdasarkan Judicial Review tersebut alhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan jumlah Anggota PPK dari 3 menjadi 5 orang, sehingga harus direkrut lagi sebanyak 2 orang.
Seperti dirilis halaman KPU Provinsi NTB, Rabu (2/1/2018) dijelaskan, pokok Uji Materi UU No. 7 Tahun 2017 yang diajukan pemohon meliputi jumlah Anggota KPU kab-kota sejumlah 3 atau 5 orang serta jumlah anggota PPK sebanyak 3 (tiga) orang tidak mempertimbangkan faktor perbedaan dan keragaman alam geografis Indonesia, khususnya wilayah Indonesia bagian Tengah dan Timur, yang terdiri dari ribuan pulau dan pegunungan dengan tingkat kesulitan daya jangkau yang beragam.
Ada daerah pemilihan yang bergantung pada cuaca, ada yang tidak dapat ditempuh melalui jalan darat, dan masih ada daerah pemilihan yang hanya bisa ditempuh melalui jalan kaki.
Berdasarkan permohonan uji materi tersebut, MK memutuskan mengabulkan sebagian uji materi beberapa pasal dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 10 ayat (1) huruf c, Pasal 52 ayat (1), Pasal 468 ayat (2).
MK memutuskan bahwa anggota atau komisioner KPU kab./kota harus 5 orang dan frasa “hari” dalam Pasal 468 ayat (2) UU Pemilu diubah menjadi “hari kerja” dalam proses pemeriksaan hingga keputusan di Bawaslu. Amar putusan tersebut dituangkan dalam Putusan No. 31/PUU-XVI/2018.
Selain memutuskan bahwa aturan jumlah anggota KPU kab-kota sebanyak 3 orang tak berkekuatan hukum tetap, MK juga memutuskan bahwa aturan 3 orang untuk Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) tidak rasional dan bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 22 E huruf (1).
Serupa dengan argumentasi MK soal anggota KPU kab-kota, MK menilai jumlah PPK sebanyak 3 orang dapat mengancam penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, karena dengan jumlah anggota PPK yang berkurang menjadi 3 orang dan dengan penambahan tugas serta perubahan sistem pemilu, akan sangat sulit mewujudkan prinsip penyelenggaraan pemilu yang profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.
Dalam pertimbangan putusan, MK menyinggung tugas, fungsi, dan wewenang PPK. MK menilai, tugas dan kewajiban PPK berkaitan langsung dengan pemenuhan kedaulatan rakyat, yakni memfasilitasi pemilih untuk terdaftar di dalam daftar pemilih, memastikan suara pemilih tak terdistorsi melalui proses rekapitulasi suara, dan sosialisasi pemilu.
MK menggambarkan rumitnya penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019. Kerumitan ini harus ditanggapi dengan manajemen pemilu yang baik dan benar.
MK juga menilai pengurangan jumlah anggota PPK oleh pembentuk UU Pemilu menyebabkan ketidakpastian hukum terhadap UU Pilkada. Pasalnya, di UU Pilkada, jumlah anggota PPK adalah 5 orang.
Meskipun rejim pilkada dan pemilu berbeda, tetapi PPK untuk pilkada adalah penyelenggara pemilu yang juga dibentuk dari Pasal 22 E UUD 1945. Oleh karena itu, struktur penyelenggara pemilu dan pilkada tetap sama, sekalipun melaksanakan mandat dari dua UU yang berbeda.
Atas dasar pertimbangan profesionalisme penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan dan rasionalitas manajemen pemilu, serta dihubungkan dengan kepastian hukum komposisi keanggotaan PPK, maka pengurangan jumlah anggota PPK menjadi 3 di dalam UU Pemilu dinilai sebagai kebijakan yang bertentangan dengan semangat penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. (WR)