Protes Kegiatan Dihentikan, Buruh Pasir dan Warga Desa Ntonggu Blokir Jalan

1760
Aksi protes blokir jalan yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat dan buruh pasir Desa Ntonggu Kecamatan Palibelo di jalan lintas Palibelo tepatnya di depan kantor Desa Ntonggu, Jumat (10/7/2020) pagi.

BIMA, Warta NTB – Sejumlah masyarakat dan buruh Pasir Desa Ntonggu, Kacamatan Palibelo, Kabupaten Bima melakukan aksi protes dengan memblokir jalan di jalan lintas Palibelo tepatnya di depan kantor Desa Ntonggu, mulai pukul 09.00 Wita, Jumat (10/7/2020).

Aksi ini dipicu lantaran kegiatan normalisasi dan pengambilan pasir di “So Sori Nae” Desa Ntonggu pada hari Kamis tanggal 9 Juli 2020 di hentikan sementara oleh oknum mahasiswa Desa Ntonggu.

Sebelum kegiatan dihentikan sejumlah mahasiswa mendatangi kantor desa dan menemui Kepala Desa meminta agar kegiatan normalisasi dan pengambilan pasir di “So Sori Nae”dihentikan sementara. Pemberhentian tersebut adalah hasil dari audensi mahasiswa dengan pemerintah Desa Ntonggu.

Akibat pemberhentian tersebut sejumlah warga dan buruh pasir Desa Ntonggu melakukan aksi protes dengan mendatangi kantor desa dan memblokir jalan tepat di depan kantor desa setempat.

Fadil alias Doyok salah satu perwakilan warga mengatakan, penghentian itu dinilai sangat merugikan masyarakat yang menerima manfaat dari kegiatan normalisasi suangai di “So Sori Nae” Desa Ntonggu.

Menurut dia, masuknya alat berat di “So Sori Nae” adalah kesepakatan bersama antara masyarakat yang menginginkan normalisasi sungai di sekitar lokasi karena sering terjadi banjir.

“Oleh karena itu masyarakat sepakat  secara swadaya untuk menghadirkan alat berat dan sepakat membayar sewa alat berat dari penjualan pasir yang ada di lokasi dan juga bagi buruh pasir merasakan manfaatnya,” kata dia.

Dia menyayangkan jika kegiatan normalisasi suangai yang dilakukan secara swadaya itu dihentikan oleh oknum mahasiswa, karena menurutnya itu adalah hasil kesepakatan masyarakat dan sisi manfaatnya juga dirasakan oleh para buruh tambang pasir yang mendapatkan gaji untuk meratakan pasir di atas mobil dengan bayaran Rp 20 ribu/mobil.

“Jika kegiatan itu dihentikan, maka peluang kami untuk mendapatkan uang demi menafkahi keluarga sudah tidak ada lagi, mengingat pasir yang ada di sungai tersebut sudah tidak mampu digali dengan tenaga melainkan alat berat. Jadi pemerintah desa juga harus bijak dengan persoalan ini dan sisi manfaatnya adalah warga yang memiliki lahan di sekitar lokasi merasa senang karna lahan mereka sudah tidak kebanjiran lagi pada saat musim hujan,” katanya.

Terhadap aksi protes yang dilakukan oleh masyarakat dan buruh pasir, Kepala Desa Ntonggu Firdan H. Abdolah yang menemui langsung masa aksi menyampaikan bahwa perosalan itu akan diselesaikan dengan melakukan rapat bersama seluruh unsur pada hari Senin 13 Juli 2020 mendatang.

“Masalah ini akan kita selesaikan dengan mengundang semua pemilik seperti pemilik tanah, buru pasir dan teman-teman mahasiswa serta karang taruna untuk menyelasaiakan masalah ini hari Senin mendatang,” katanya.

Untuk sementara sebelum ada kesepakatan, Kepala Desa mempersilakan kegiatan normalisasi sungai yang dilakukan secara swadaya oleh masyarakat tersebut dilanjutkan. “Untuk sementara silakan lanjutkan kegiatan dan kita akan menyelasaikan persoalan ini pada kegiatan rapat Senin depan,” ucap Kades.

Setelah mendengarkan penyampain Kepala Desa Ntonggu, masyarakat dan buruh pasir yang melakukan aksi blokir jalan langsung membuka blokir jalan sekitar pukul 10.00 Wita sehingga arus lalulintas yang sempat mecet berjalan normal kembali. (WR-Man)