Produser Film Naura dan Genk Juara Temui Ketum MUI

1587

Bogor, Warta NTB – Produser film Naura dan Genk Juara, Amalia Prabowo menemui Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, KH. Ma’ruf Amin, di Bogor, Rabu (27/11). Tujuan kedatangannya adalah menjelaskan latar belakang dibuatnya film ini dan tidak adanya sedikitpun tujuan untuk mendiskreditkan pihak tertentu.

Menurut Amalia, film yang dibintangi oleh aktris cilik Adyla Rafa Naura Ayu ini benar-benar bertujuan untuk berbagi kebahagiaan dan pesan-pesan positif kepada anak-anak Indonesia.

“Kami ingin berbagi kebahagiaan dengan anak-anak ditengah sedikitnya film musikal yang ditujukan untuk mereka. Tujuan kami sowan ke Kiai Maruf Amin adalah mengkomunikasikan hal tersebut dan meluruskan pandangan yang berkembang di masyarakat,” ujar perempuan berjilbab ini.

Sementara Ketua Umum MUI, KH Maruf Amin mengungkapkan pihaknya mendukung film Naura dan Genk Juara bila memang tujuannya memberikan pembelajaran positif bagi anak-anak Indonesia. MUI, menurut Maruf, juga menghargai mekanisme yang dilakukan Lembaga Sensor Film (LSF) sebelum film ini dirilis, termasuk adanya unsur MUI di dalam proses screening tersebut.

“Kami menghimbau masyarakat untuk Tabayyun, menonton terlebih dahulu baru berpendapat. Jangan hanya melihat dari sosial media. Untuk para pekerja seni, saya himbau jangan patah semangat,” ungkap Maruf.

Amalia menambahkan, setelah menggelar nonton bareng bersama tokoh-tokoh NU dan puluhan anak yatim di Surabaya (25/11), dan puluhan tokoh serta pengurus Muhammadiyah di Jakarta (23/11), pihaknya perlu menyampaikan tanggapan positif para tokoh dan anak yatim tersebut kepada Ketua Umum MUI. Nobar juga sudah digelar di berbagai kota, seperti Balikpapan, Makasar, Lampung, Bandung, Jakarta, dan sejumlah kota lain dengan respon positif dari orang tua dan anak-anak yang menonton.

“Tanggapan positif tersebut menguatkan kami. Dan semangat positif ini yang juga ingin kami sampaikan kepada Kiai Ma’ruf sebagai tokoh Islam yang sangat kita hormati. Kami juga meminta pendapat dan wejangan dari beliau agar terus bersemangat berkarya untuk anak-anak Indonesia,” ujar sineas yang juga memproduseri film Wonderdul Life ini.

Film yang disutradarai Eugene Panji ini melibatkan 140 pemeran anak dan pengambilan gambar dilakukan selama bulan puasa. Menurut Amalia, para pemeran cilik tetap berpuasa penuh ditengah jadwal syuting yang padat. Film yang dirilis tanggal 16 November lalu ini juga untuk mengobati kerinduan akan film musikal anak, setelah Petualangan Sherina yang dirilis 17 tahun lalu.

Polemik film drama musikal, Naura dan Genk Juara terus berlanjut di masyarakat. Film garapan sutradara Eugene Panji ini menuai kontroversi lantaran dianggap mendiskreditkan agama Islam. Selain ajakan boikot terhadap film tersebut, muncul juga petisi melalui media digital.

Demikian dikatakan Ketua Lembaga Sensor Film ( LSF ) Ahmad Yani Basuki , Wakil Ketua MUI , Masduki Baidlawi dan Direktur Setara Institute Hendardi melalui siaran pers yang disampaikan ke Media di Mataram , Rabu, 29/11/2017

Ketua LSF Ahmad Yani Basuki, menegaskan LSF selaku penanggungjawab yang meloloskan film tersebut mempunyai standar dasar atau parameter untuk menyensor sebuah film. Penilaian sensor itu, meliputi judul, tema adegan dan ungkapan dalam film. Dari semua aspek yang yang kita teliti, tak satupun yang mencitrakan Islam secara negatif.

“Jadi, kalau diarahkan seperti menista agama atau melecehkan, kami tidak sampai kesana. LSF tidak melihat muatan semacam itu,” ujar Ahmad Yani.

Meski begitu, Ahmad Yani berharap agar orang tua mendampingi anaknya saat menonton film. Menurut Ahmad Yani, orang tua memiliki kewajiban untuk menjelaskan kepada anak, bukan lantas bereaksi berlebihan terhadap sebuah film.

“Itu kan fenomena sosial yang seperti itu bisa saja terjadi. Sama lah ketika film barat, pencurinya yang tentu bukan Islam, misalnya [menyebut] ‘Oh my God!”,

Diakui Ahmad Yani, dalam film tersebut terdapat adegan dimana salah satu penjahat mengucapkan istighfar. Namun, menurutnya ucapan tersebut merupakan ucapan spontanitas yang awam diucapkan oleh orang-orang kebanyakan.

“Dari kacamata LSF melihatnya itu bentuk-bentuk spontanitas, itu bisa terjadi pada siapa saja. Begitu juga, kebetulan itu terjadi di Indonesia, kita tidak fokus pencuri itu Islam atau Kristen, tapi dia kan tidak menggunakan atribut Islam. Dan tampilannya, menurut LSF, adalah tampilan penjahat,” jelasnya.

Bagi LSF, imbuhnya, film yang diloloskan dan dikritisi publik menjadi perhatian badan tersebut. Namun ia menegaskan kritik terhadap suatu film semestinya sesuai proporsi dan konteks.

Terkait kontroversi film Naura & Genk Juara yang belakangan ini menjadi viral di media sosial, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengaku sudah menerima klarifikasi dari Lembaga Sensor Film (LSF).

Wakil Ketua MUI Masduki Baidlawi mengatakan, dalam klarifikasi itu, LSF telah menyatakan bahwa tidak ada permasalahan dalam film yanf saat ini seang diputar di bioskop-bioskop itu. “Apalagi, ada penghinaan terhadap agama Islam, ” ujar Masduki saat dihubungi melalui sambungan telpon.

Menurut Wasekjen PBNU itu, sebelum meloloskan film drama musikal anak tersebut LSF telah mengundang sejumlah ahli dan akademisi untuk ikut menyaksikan film. “Bahkan, salah satunya berasal dari MUI. Jadi, sebetulnya sudah clear dan tidak ada masalah,” tegasnya.

Meski begitu, lanjut Masduki, MUI akan menerima permintaan LSF untuk menyaksikan film tersebut dalam rangka melakukan klarifikasi. “Hal itu perlu kami lakukan agar masyarakat menjadi tenang,” tuturnya.

Sembari menunggu sikap resmi MUI, Masduki menghimbau agar masyarakat mampu menjaga ketenangan dan tidak terprovokasi untuk melakukan tindakan negatif. “Jangan sedikit-sedikit umat merasa terpojokkan dan seolah-oleh dikepung oleh musuh, padahal sebenarnya tidak ada apa-apa,” pungkas Masduki.

Ketua Setara Institut *Hendardi*:
Ajakan untuk memboikot film “Naura & Genk Juara” menunjukkan sikap-sikap intoleren dan cupat (picik) dalam hidup bermasyarakat. Apalagi, sebelumnya film itu sudah dinyatakan lolos sensor oleh Lembaga Sensor Film. Bahkan, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia sudah menyatakan film tersebut baik dan mendidik.

“Kalau lembaga yang punya otoritas dalam peredaran film sudah menyatakan lolos sensor, kenapa masyarakat masih mempermasalahkan dan meributkan?”, ujar Ketua Setara Institut Hendardi.

Menurut Hendardi, sejak pilkada DKI ada fenomena saling curiga dalam masyarakat. Terlebih jika itu berkait dengan isu SARA. “Apapun, tindakan boikot atau petisi terhadap sebuah karya seni, itu tidak bisa dibenarkan. Lebih baik, mereka yg menolak membuat film tandingan,” ujarnya.

Hendardi menyatakan, kebebasan dalam berkarya tidak boleh dibatasi dan diintimidasi dengan ajakan boikot. Meskipun belum terjadi demontrasi jalanan, apa yang dilakukan sebagian masyarakat tersebut telah membuktikan adanya sikap-sikap intoleran, introverr dan kepicikan dalan hidup bermasyarakat. (WR-02)