Warta NTB — Bau Nyale merupakan tradisi berburu cacing laut yang dilakukan oleh masyarakat Lembok Tengah, khususnya masyarakat pesisir Kecamatan Pujut.
Kata Bau Nyale berasal dari bahasa Sasak, Bau berarti menangkap atau mencari, Nyale berarti cacing. Even budaya ini dilaksanakan tiap tanggal 20 bulan ke 10 penanggalan masyarakat Suku Sasak, biasanya bulan Februari atau Maret.
Masyarakat Sasak memercayai Nyale merupakan penjelmaan dari seorang Putri. Pada jaman dahulu kala, di daerah pesisir Kecamatan Pujut sekarang ini terdapat sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Tonjang Beru.
Raja Tonjang Beru dikenal sebagai raja yang arif dan bijaksana dalam memimpin. Sang raja mempunyai seorang Putri yang sangat cantik jelita bernama Putri Mandalika.
Kabar kecantikan Putri Mandalika rupanya sudah menyebar dan diketahui oleh para pangeran dari kerajaan sekitar. Tidak mau kehilangan kesempatan, satu per satu pangeran kerajaan tetangga datang ke kerajaan Tonjang Beru bermaksud melamar Putri Mandalika.
Sang raja sulit menentukan pilihan, pangeran mana yang harus ia terima lamarannya. Bila salah satu diterima, maka yang lain akan merasa dikecewakan.
Sang raja pun mengadakan semacam sayambara agar tak ada yang merasa dikecewakan. Sayambara dilakukan melalui pertarungan. Pangeran yang memenangkan pertarunganlah yang berhak mempersunting Putri Mandalika sebagai isteri.
Rupanya Putri Mandalika mengetahui rencana sang ayah. Putri Mandalika menyadari jika terjadi pertarungan maka sudah barang tentu akan terjadi pertumpahan darah.
Putri Mandalika tidak ingin terjadi pertumpahan darah yang hanya akan melahirkan dendam dan amarah di antara kerajaan-kerajaan yang telah lama menjalin hubungan baik.
Maka, ia memutuskan untuk pergi ke laut selatan dan menceburkan diri ke dalam laut. Sang Putri yang cantik jelita pun hilang tak berbekas ditelan samudera biru.
Semenjak kepergian Putri Mandalika, kerajaan Tonjang Beru dan juga kerajan-kerajaan di sekitarnya dirundung sedih.
Rakyat dan para bangsawan sungguh tak menyangka, Putri Mandalika mengorbankan diri demi perdamaian. Pengorbanan Putri Mandalikan selalu dikenang oleh masyarakat suku Sasak.
Setelah kepergian Putri Mandalika ada fenomena aneh yang terjadi di pantai selatan setiap tanggal 20 bulan ke-10. Dimana pada setiap waktu tersebut selalu muncul cacing laut dalam jumlah yang amat banyak.
Masyarakat memercayai, cacing-cacing tersebut sebagai jelmaan Putri Mandalika. Secara keilmuan cacing yang disebut Nyale oleh masyarakat Sasak tersebut bernama Latin eunice Fucata.
Masyarakat juga percaya, cacing laut atau Nyale itu akan menbawa berkah bagi kehidupan. Kehadiranya sebagai simbol perdamaian, pengorbanan, kesuburan dan juga berarti akan mendatangkan panen melimpah.
Masyarakat kemudian berbondong-bondong ke laut selatan untuk Bau Nyale.
Tradisi tersebut dilakukan secara turun-teurun hingga kini. Bau Nyale kini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Pujut, akan tetapi banyak masyarakat di luar Pujut bahkan dari luar Pulau Lombok hadir di Pantai Selatan Lombok untuk turut ambil bagian dalam even Bau Nyale.
Tradisi bau nyale kini telah diangkat sebagai salah satu even wisata Pulau Lombok. Waktu pelaksanaa Bau Nyale bulan Februari atau Maret setiap tahun.
Sedangkan tanggalnya ditentukan berdasarkan hasil musyarawah yang dilakukan oleh tokoh adat dan para tetua masyarakat Sasak berdasarkan penanggalan Sasak.
Penyelenggaraan festival Bau Nyale kini telah dikemas apik dalam sebuah festival budaya tahunan yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat.
Festival budaya Bau Nyale biasanya dipusatkan di Pantai Kuta dan Pantai Seger, Lembok Tengah.
Sebelum maupun sesudah acara inti Bau Nyale, terdapat sederet penampilan kesenian dan acara-acara menarik yang bisa anda saksikan.
Rangkaian kegiatan festival biasanya berlangsung selama tujuh hari sebelum acara puncak.
Ada macam-macam kegiatan seperti: pemilihan Putri Mandali dengan menampilkan gadis-gadis cantik jelita suku Sasak, parade budaya, kampung kuliner, lomba swafoto, lomba voley pantai,lomba surfing, lomba makan ikan, peresean, penampilan tari-tarian Sasak dan lainnya akan menjadi pengalaman tak terlupakan.
Untuk menuju ke sana tersedia berbagai macam sarana transportasi. Dari terminal Bertais Mataram anda bisa menupang kendaraan umum menuju Praya Lombok Tengah. Dari Praya anda bisa minta diantar ke Pantai Kuta.
Bila anda berangkat dari Kota Mataram, akan lebih baik menggunakan kendaraan carteran supaya tak terlalu repot naik turun kendaraan. Jarak Pantai Kuta, Lombok Tengah dari Kota Mataram lebih kurang 47 Km.
Jika tak memiliki waktu panjang, sebaiknya anda menginap semalam di penginapan yang ada di sekitar lokasi penyelengaraan kegiatan.
Sebab acara puncak Bau Nyale dilaksanakan sebelum matahari terbit. Berkemah di pinggir pantai bersama teman-teman, bisa jadi alternatif yang sangat meyenangkan.
Demikian ulasan singkat tentang tradisi Bau Nyale Suku Sasak, Pulau Lombok. Selamat datang di Pulau Lombok.
Keberagaman tradisi yang diwariskan kepada kita, generasi kini merupakan kekayaan yangTradisi mengajarkan kita tentang nilai-nilai kehidupan sebagai pedoman hidup.