BIMA, Warta NTB – Terkait adanya informasi pemotongan dana Program Keluarga Harapan (PKH) yang diduga dilakukan pendaping PKH, Rp 10 ribu untuk masing-masing Keluarga Penerima Manfaat (KPM), Pemerintah Desa Teke, Kecamatan Palibelo, Kabupaten Bima melakukan klarifikasi dengan pendaping PKH dan Ketua Kelompok penerima manfaat.
Klarifikasi yang dilakukan di aula kantor desa setempat, Kamis (5/11/2019) dihadiri Kades Teke yang diwakili Sekretaris Nurhayati, Pendamping PKH Muhtadin Edo, TKSK Kecamatan Palibelo Faris, Kepala Dusun Teke Abidin, pengelola Briling Desa Teke Hadia dan beberapa KPM Desa Teka.
Sekretari Desa Teke Nurhayati mengatakan, klarifkasi dilakukan kerena adanya laporan KPM terkait pemotongan dana PKH masing Rp 10 ribu untuk satu KPM. Selain itu ada juga klarifikasi terkait laporan KPM mengenai buku rekening anggota atas nama Hadiah warga RT.02 Dusun Teke yang hilang.
“Oleh karena itu hari ini kami meminta klarifikasi dari pendaping PKH yang juga dihadiri oleh beberapa KMP sehingga permasalahan ini tidak melebar dan menjadi bahan fitnah karena masing-masing diberikan kesempatan untuk menjelaskan sehingga ada titik terang terkait persoalan ini,” katanya.
Lanjut Nurhayati, kami pemerintah Desa Teke tidak ingin dikait-kaitkan dengan persoalan ini, karena PKH berjalan sendiri dan ada pendaping di masing-masing desa yang mengawasi dan mengarahkan terkait penggunaan dana PKH.
Sementara terkait persolan tersebut, pendaping PKH Desa Teke Muhtadin Edo membantah jika ada pemotongan dana PKH Rp 10 ribu untuk masing KPM karena menurutnya sesuai aturan dana PKH tidak boleh dipotong sama sekali.
“Kami dari pendaping tidak pernah memotong sepeser pun dana bantuan PKH dari KPM karena dana tersebut harus benar-benar dimanfaatkan oleh penerima manfaat untuk kesejahteraan keluarga dan mewujudkan keluarga harapan sesuai program,” katanya.
Edo mengaku telah menelusuri adanya laporan pemotongan tersebut. Pemotonga itu dilakukan atas inisiatif ketua kelompok bukan atas perintah pendaping.
“Pemotongan itu murni inisiatif pribadi dari salah satu Ketua kelompok berinisial SM yang merasa berjasa untuk mengakomodir seluruh anggota KPM untuk pembanyaran jasa ojek dan lain-lain sehingga ia meminta kerelaan dari KPM masing Rp 10 ribu dan itu bukan atas perintah pendamping,” tergasnya.
Terkait buku rekening salah satu KPM yang hilang, Edo menjelaskan, itu di luar kontrol mereka karena sebelumnya tidak ada yang melaporkan adanya buku rekening yang hilang.
“Setelah kami sampai di sini baru mengetahui jika ada laporan buku rekening KPM yang hilang. Buku itu harus segera ditemukan atau dibuat baru sebelum pencairan dan pembaruan data tahun 2020,” jelasnya.
Selain itu, salah satu ketua kelompok SM yang diminta tanggapannya saat mengadiri klarifikasi di Kantor Desa Teke mengatakan, terkait pungutan Rp 10 ribu untuk masing-masing KPM bukanlah sebuah pungutan yang dipaksakan itu adalah bentuk pemberian secara sukarela dari anggota kelompok untuk biaya operasional dalam memperbaiki data KPM dan kepentingan perbaikan administrasi KPM jika ada yang bermasalah.
“Itu adalah pemberian sukarela dari anggota bukan pungutan liar. Uang itu digunakan untuk operasional kelompok dalam mengunjungi dan mememberitahu anggota kelompok tekait pencairan dan program pertemua KPM dan untuk ongkos memperbaiki administrasi KPM jika sewaktu-waktu ada masalah,” ungkapnya. (WR-Man)