Nusa Dua Bali, Wartantb.com – Sejak berabad-abad lalu agama memainkan peranan yang penting bagi kehidupan umat manusia, kehidupan sosial, ekonomi dan politik, baik pada tataran nasional, regional, maupun global. “Tidak kalah pentingnya, budaya saling menghormati dan sifat toleransi telah menjadi benang yang mempersatukan masyarakat dunia yang berbeda-beda sejak kita ada di bumi ini,” ujar Presiden Joko Widodo dalam pidato pembukaan “Bali Democracy Forum IX” di Nusa Dua, Bali, Kamis, 8 Desember 2016.
Dalam siaran pers Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi, Sekretariat Presiden, Bey Mahcmudin, disebutkan bahwa Presiden yakin bahwa semua peserta Bali Democracy Forum sepakat tentang pentingnya arti demokrasi bagi suatu kehidupan bernegara dan hubungan antar negara di dunia.
“Maka tugas bagi kita semua disini, adalah memastikan bagaimana demokrasi dapat bekerja dengan baik untuk mendukung stabilitas dan perdamaian dan mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat,” kata Presiden.
Mengawali sambutannya, Presiden mengatakan bahwa ketidakpastian dalam berbagai sektor belakangan ini memicu kekhawatiran dari negara-negara di dunia. Tak dapat dipungkiri, situasi dunia saat ini seperti berkembangnya paham radikalisme, menurunnya rasa toleransi, tantangan politik di masing-masing negara, serta ditambah dengan ketidakpastian ekonomi membuat kekhawatiran tersebut semakin nyata. Namun, semua pihak diminta untuk tidak berdiam diri. Sebab, di saat seperti inilah diperlukan optimisme untuk mampu menghadapi segala tantangan yang ada.
“Saya dapat mengerti jika situasi ini memunculkan rasa kekhawatiran dan kegamangan. Dalam keadaan situasi inilah kita membutuhkan rasa optimisme. Optimisme yang dapat dihasilkan dari kita saling berbicara, optimisme yang dapat berkembang dari kita bertukar pikiran dan pengalaman, dan optimisme yang saya harapkan dapat tumbuh dari hadirnya kita semua di Forum Demokrasi Bali ini,” ujar Presiden.
Presiden Joko Widodo menyadari sendiri adanya kekhawatiran-kekhawatiran akan hal tersebut. Dalam setiap pertemuan internasional yang dihadiri oleh Presiden, dirinya selalu mendengar pandangan-pandangan dari para pemimpin negara dunia yang mengarah pada kegamangan terhadap ketidakpastian yang melanda dunia.
Oleh karenanya, sangat relevan kiranya bila dalam Forum Demokrasi Bali kali ini diangkat tema “Agama, Demokrasi, dan Toleransi”. Sebab, Presiden Joko Widodo meyakini bahwa agama tidaklah menjadi penghalang bagi terjalinnya demokrasi dan toleransi antarnegara dan sesama. Dirinya kemudian mencontohkan dengan kondisi nyata yang terjadi di Indonesia, negara dengan 1.300 etnik di mana 85 persen penduduknya ialah Muslim.
“Sejarah Indonesia mengajarkan bahwa ajaran Islam masuk ke Indonesia dengan cara damai. Nilai mengenai perdamaian inilah yang sampai saat ini terus dipegang oleh umat Islam Indonesia. Selain Islam, Indonesia adalah rumah bagi umat Kristiani, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kongfucian. Nilai-nilai perdamaian juga dipegang teguh oleh semua umat di Indonesia,” terang Presiden.
Tekad Pemerintah untuk Terus Memperjuangkan Demokrasi
Indonesia adalah rumah bagi kemajemukan. Tentunya pernyataan tersebut bukanlah sebuah slogan atau harapan kosong semata. Seperti pada rencana kunjungan peserta forum ke Pondok Pesantren Bali Bina Insani di Tabanan yang akan dilaksanakan esok hari misalnya. Presiden Joko Widodo meyakinkan bahwa mereka semua akan menemukan dan melihat sendiri betapa toleransi dan sinergi dapat terjalin di antara masyarakat yang bahkan berbeda keyakinan.
“Bagaimana mungkin sebuah pondok pesantren dapat hidup dengan aman dan nyaman di tengah masyarakat yang mayoritas penduduknya penganut agama Hindu? Ini semua telah mendorong sinergi alami antara agama, toleransi, dan demokrasi di Indonesia. Aksi 2 Desember lalu di Jakarta juga dapat dilihat sebagai satu bukti,” tegasnya.
Hal-hal seperti itu tentunya harus didukung dengan kebijakan pemerintah yang dapat mendukung situasi kondusif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, Presiden mengajak seluruh pihak untuk secara aktif mendorong sinergi antara demokrasi, agama, dan toleransi. Menjadi kewajiban seluruh pihak untuk memastikan bagaimana demokrasi dapat bekerja dengan baik dengan cara mendukung stabilitas dan perdamaian serta mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat.
“Pemerintah perlu secara aktif mendorong sinergi antara demokrasi, agama, dan toleransi. Upaya itu hendaknya terefleksikan dalam semua kebijakan nasional. Karenanya, pendekatan top-down berupa peran aktif pemerintah menjadi kunci, baik melalui good governance dan supremasi hukum yang sama pentingnya dengan upaya penguatan demokrasi dari akar rumput,” ajak Presiden.
Maka itu, pemerintah Indonesia tak pernah lelah untuk terus belajar dan memperjuangkan demokrasi. Sebab, arti demokrasi sesungguhnya hanya dapat didapatkan dari pembelajaran terhadap proses yang sedang dijalani dan juga dari hasil berbagi pengalaman dengan negara-negara lain.
“Indonesia memiliki komitmen yang tinggi untuk menjadikan Forum Demokrasi Bali sebagai satu forum yang nyaman bagi setiap negara untuk berbagi mengenai pengalaman dalam berdemokrasi, tantangan dalam berdemokrasi, dan mengembangkan kerja sama untuk saling membantu dalam berdemokrasi. Forum ini bukan forum untuk ‘finger pointing exercise’. Justru forum ini harus digunakan untuk saling memperkuat satu sama lain,” ujar Presiden.
Mendampingi Presiden Joko Widodo dalam forum tersebut ialah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Sekretaris Kabinet Pramono Anung. Sementara itu, sejumlah tokoh dunia, pemenang nobel perdamaian, dan para Menteri Luar Negeri serta delegasi dari 94 negara dan organisasi internasional tampak hadir dalam Forum Demokrasi Bali ke-IX tersebut.
Forum Demokrasi Bali sendiri merupakan pertemuan internasional yang digelar secara tahunan dan diinisiasi oleh Indonesia sejak tahun 2008. Forum tersebut bertujuan untuk mempromosikan dan mendorong kerja sama regional dan internasional di bidang perdamaian dan demokrasi melalui dialog dan berbagi pengalaman dengan negara-negara peserta. (HKS)