Jakarta, Warta NTB — Kapolri Jenderal Tito Karnavian membantah tudingan Partai Demokrat soal dugaan kriminalisasi terhadap Syaharie Jaang. Jenderal Tito menegaskan, yang ada adalah proses penegakan hukum.
“Kemarin mungkin ada isu mengenai ada dinamika yang terjadi di Kalimantan Timur, adanya seseorang kader partai, wali kota, diminta keterangannya sebagai saksi di Bareskrim, tidak ada aturan yang mengatur larangan kepada penegak hukum termasuk Polri untuk melakukan proses hukum kepada siapapun yang diduga terlibat dalam proses hukum baik saksi maupun tersangka,” ujar Jenderal Tito di Mabes Polri Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (5/1/2018).
Jenderal Tito sebagaimana dilansir Tribratanews.com, menekankan kriminalisasi terjadi jika memang tidak ada perbuatan tindak pidana namun dipaksakan. Dia juga meminta agar berhati-hati dalam menggunakan bahasa kriminalisasi.
“Kriminalisasi itu terjadi kalau perbuatan bukan tindak pidana tapi dipaksakan tindak pidana itu namanya kriminalisasi. Tetapi kalau ada proses yang dilakukan dugaan pidana apalagi kasusnya sudah hampir satu tahun prosesnya dan kemudian proses itu dilanjutkan itu namanya penegakan hukum, jadi tolong bahasa kriminalisasi hati-hati betul,” jelas dia.
Jenderal Tito juga mengajak lembaga pemerintahan agar menunda proses hukum kepada mereka yang menjadi paslon di Pilkada nanti saat setelah ditetapkan oleh KPU. Hal itu untuk menghindari kampanye negatif.
“Saya selaku Kapolri mengajak dan mengimbau dan akan berusaha kepada para penegak hukum lainnya Kejaksaan, KPK koordinasi dengan Bawaslu, mari sama-sama kalau sudah ada penetapan nanti, siapapun yang sudah ditetapkan jangan diganggu mereka dengan pemanggilan proses hukum, karena pemanggilan itu bisa mempengaruhi proses demokrasi yang mungkin tidak fair karena mempengaruhi opini publik,” tegas Jenderal Tito.
Namun, Jenderal Tito meminta agar proses hukum dilanjutkan setelah Pilkada 2018 selesai.
“Proses hukum ditunda dulu sampai Pilkada selesai, kalau Pilkada selesai terpilih, proses hukum, kalau nggak terpilih proses hukum dilanjutkan itu sehingga fair,” ungkap dia.
“Jadi sekali lagi saya pesan terpenting agar dicatat, Kapolri mengajak lembaga penegak hukum lainnya baik Kejaksaan dan KPK, Pajak mungkin atau Bawaslu. Saya mau lobi dan mengundang untuk membuat MoU jaga netralitas kita dan jangan digunakan alat politik supaya proses hukum paslon ditunda sampai pilkada selesai,” tutur dia.
Sementara itu, Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan Syaharie Jaang dipanggil sebagai saksi oleh Bareskrim, Rabu (3/1/2018) kemarin. Kasus itu terkait masalah lahan parkir.
“Kasusnya sudah lama, masalah lahan parkir. Sekarang sudah dipanggil, oleh sebab itu, kalau sudah ditetapkan (oleh KPU sebagai cagub) nanti tanggil 12 (Januari), tidak ada lagi proses hukum sebagai saksi atau tersangka,” kata Irjen Setyo terpisah.
SBY Ingatkat Penegak Hukum Untuk Jaga Netralitas
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan seluruh penegak hukum untuk netral dalam pergelaran Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. SBY meminta tidak ada kriminalisasi terhadap peserta pemilu ataupun pilkada.
“Cegah kriminalisasi, apalagi pesanan. Hati-hati dalam berbuat, jangan dikira pihak lain tidak tahu, jangan dikira rakyat kita bodoh dan mau dibodohi. Personel TNI-Polri mau maju pemilu dan pilkada ada aturan main. Jangan sampai tindakan perwira aktif jadi pergunjingan masyarakat luas,” ujar SBY dalam pidato politiknya di DPC PD Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Jumat (5/1/2018).
Sebelumnya, Demokrat mengaku mengantongi bukti ‘kriminalisasi’ terhadap Calon Gubernur (Cagub) Kaltim yang diusung mereka, Syaharie Jaang. Demokrat mengusung Syaharie Jaang bersama Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi dalam Pilgub Kaltim 2018.
Menurut Sekjen Demokrat, Hinca Panjaitan, Syahrie beberapa kali dipanggil parpol tertentu sebelum dikasuskan. Demokrat menyebut kriminalisasi itu dilakukan elemen negara terhadap Syaharie Jaang lantaran menolak ajakan duet dari Kapolda Kaltim Irjen Safaruddin.
“Syaharie Jaang dipanggil parpol tertentu delapan kali, diminta wakilnya Kapolda Kaltim sekarang, Bapak Safaruddin, padahal wakilnya sudah ada. Tentu etika politik tidak baik kalau sudah berjalan. Kalau (Syaharie) tidak (mau berpasangan dengan Safaruddin), akan ada kasus hukum diangkat,” jelas Hinca. [WR/TBN]