Bima, Warta NTB – Keputusan pembuatan jalan satu kilometer dalam Hutan Tutupan Negara (HTN) yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Pemerintah Desa Tangga, Kecamatan Monta, Kabupaten Bima menuai kritikan dan kecaman warga.
Namun, kritikan dan kecaman warga seakan diabaikan oleh pengambil kebijakan di tingkat desa ini karna tanpa menggubris kegiatan pun tetap dilaksanakan meski menuai kritikan dan kecaman warga.
Warga menilai pembuatan jalan dalam hutan yang dilakukan oleh BPD dan pemerintah desa seakan melegalkan aksi pembabatan hutan dan perladangan liar di areal Hutan Tutupan Negara yang saat ini sedang menjamur di desa setempat.
Warga semakin khawatir pembuatan jalan itu akan semakin menambah penderitaan warga yang pada bulan Januari 2018 lalu sempat mengalami penderiataan akibat banjir bandang dan erosi, sehingga pada saat itu pemerintah daerah langsung turun tangan memberikan bantuan dan alat berat untuk membersihakan lumpur di pemukiman warga.
Belum hilang trauma warga akibat bajir, kini BPD dan pemerintah seakan menambah penderitaan warga dengan melegalkan pembuatan jalan dalam hutan tutupan negara yang akhir-akhir ini lokasi tersebut digandrungi oleh sekelompok orang untuk bercocok tanam bawang merah.
Suharlin S.Sos salah satu tokoh masyarakat di Desa Tangga mengatakan, membuka jalan di dalam hutan tutupan sama saja dengan memberi akses warga untuk mengeksploitasi hutan secara masiv sehingga memberikan dampak pada pemukiman yang dihuni ribuan warga.
“Secara tidak langsung apa yang dilakukan oleh BPD dan pemerintah desa adalah rencana pembunuhan massal terhadap ribuan warga yang ada di pemukiman,” tegas Suharlin.
Tidak hanya itu lanjutnya, kerugian moril materil tidak akan dapat dikalkulasi lagi, sebab lahan produktif akan dipenuhi lumpur dan bebatuan.
“Dengan adanya jalan ini maka volume erosi akan berlipat ganda masuk ke pemukiman maupun persawahan,” ungkapnya.
Menanggapi polemik yang terjadi di Desa Tangga ternyata keberanian BPD dan pemerintahan desa tersebut rupanya telah menjadi catatan khusus bagi dinas terkait.
Sebab pembukaan jalan di dalam hutan tutupan Tofo Rompu RTK (Register Tanah Kehutanan) 65 sepanjang lebih dari 1 KM tersebut tidak memiliki izin.
Kepala Balai KPH TPMRW Syaifullah S.Hut M.Si yang dihubungi via seluler Senin (12/2/2018) menegaskan, pembuatan jalan dalam HTN yang dilakukan BPD dan pemerintah desa ilegal alias tidak berizin.
“Saya nyatakan pembuatan jalan di dalam kawasan hutan tutupan Toffo Rompu RTK 65 itu ileggal karena tidak memiliki izin,” tegasnya.
Saat ini pihaknya sedang menyusun LK (Laporan Kejadian) yang akan diajukan ke penyidik provinsi. “Kami sedang merampungkan LK untuk disampaikan ke penyidik di Provinsi, nanti penyidik sendiri yang akan membentuk tim untuk turun ke lokasi guna menganalisa dampak dan kerusakan yang diakibatkan,” tandasnya.
Di tempat terpisah, Kepala Resort Toffo Rompu Ruslan S.Hut menegaskan pihaknya telah mengajukan LK kepada atasan. “Kami telah menghentikan pekerjaan sejak hari ke dua, itu dilakukan agar warga memahami tindakan tersebut telah melanggar, selanjutnya kami serahkan ke pimpinan untuk mengambil tindakan yang jelas LK telah kami ajukan dan pastinya akan segera ditindaklanjuti,” ujar Ruslan di kantornya Desa Simpasai, Kecamatan Monta.
Ruslan menambahkan kasus Desa Tangga sama dengan kasus di Kecaman Parado. “Dua kasus ini sambil jalan kita sedang tangani dengan dukungan TNI, dan untuk kasus Parado kami telah mengamankan sejumlah barang bukti, sementara BB di lokasi sedang dijaga ketat aparat TNI, ” terangnya. (WR-02)