Makna Hari Raya Imlek

7326
Ilustrasi. Gadis Tionghoa

Hari ini pemerintah menetapkan sebagai hari libur nasional, alias tanggal merah. Hal ini sebagai bentuk penghormatan terhadap etnis Tionghoa dalam merayakan Hari Raya Imlek atau tahun bari China. Penetapan hari libur nasional telah dilakukan sejak era Gus Dur menjadi Presiden RI.

Banyak yang bertanya-tanya, apa sebetulnya makna di balik perayaan Hari Raya Imlek? Berikut penjelasansan yang dikumpulkan oleh redaksi Warta NTB dari berbagai sumber.

Perayaan Imlek selama berabad-abad menyediakan makna spiritual yang amat kaya, bahkan mampu berperan dalam menyatukan mereka dalam semangat hidup yang sama.

Imlek bukan milik agama Khong Hu Cu, tapi karena sebahagian besar etnis Cina mempedomani hidup menurut ajaran Khong Hu Cu, maka kemudian kenyataan reset penanggalan Imlek terakhir disesuaikan dengan tahun kelahiran Khong Hu Cu, tahun 551 SM yah tidak salah bila Imlek adalah hari raya Umat Khong Hu Cu.

Imlek adalah perayaan manusia yang menyatu dengan Alam. Ada cinta kasih sangat universal pada alam dan lingkungan yang sangat kental dalam perasayaan Imlek. Di Indonesia yang tidak mengenal musim semi.

Perayaan Imlek adalah perayaan Tahun baru. Waktunya bersyukur kapada rezeki tahun lalu serta semangat untuk hal hal yang lebih baik di tahun baru, bermaaf-maafan dengan anggota keluarga. Yang tua menyayangi yang muda (angpau) yang muda menghormati yang tua (bakti).

Makna spiritual perayaan Imlek tidak pertama-tama digali dalam ajaran agama tertentu. Semula, Imlek merupakan perayaan petani. Makna spiritual Imlek perlu digali dari pengalaman kehidupan dan dunia yang berkembang di antara kaum petani.

Dalam perjalanan waktu, Imlek juga dirayakan oleh masyarakat yang bukan dari golongan petani. Karena itu, tidaklah mencukupi pemaknaan spiritual Imlek hanya dibatasi dari dunia pertanian.

Imlek memiliki makna filosofi yang terkandung di balik tradisinya, mulai dari semangat dan kesanggupan berbagi. Pemberian angpau merupakan ungkapan simbolik yang berarti membagi kesejahteraan dari para orangtua kepada anak-anaknya atau dari yang mampu kepada kurang mampu.

Dengan semangat berbagi ini, setiap orang dapat merayakan Imlek. Semangat berbagi ini, tidak hanya di kalangan sesama etnis saja, namun masyarakat umumnya.

Lampion yang tak hanya menerangi suasana, tapi menjadi lambang harapan bahwa pada masa mendatang kehidupan menjadi terang. Selanjutnya, kue lapis menandakan harapan rezeki yang perlapis-lapis. Intinya adalah kehidupan yang lebih baik seperti harapan semua orang.

Di tempat asalnya di Negeri Tirai Bambu, sebenarnya Imlek atau Sin Cia adalah festival menyambut datangnya musim semi yang hangat dan kental dengan kehidupan menggantikan musim dingin yang suhunya begitu mengigit.

Tradisi inilah yang kemudian dibawa oleh nenek moyang mereka yang merantau ke negara-negara lain termasuk Indonesia.

Gong Xi Fa Cai memiliki makna semoga bertambah sejahtera. Di dataran China sendiri, ucapan kegembiraan ini bisa berupa doa agar bertambah bahagia, kaya, panjang umur, dan kegembiraan lainnya atau yang lebih tepatnya adalah Sin Cun Kiong Hi atau selamat memasuki musim semi.

Dalam tradisi tersebut, anggota keluarga yang sudah menikah dan bekerja akan memberikan angpau kepada yang lebih muda atau belum menikah.

Lalu yang lebih muda dan belum menikah memberi hormat kepada orangtua dengan mengepalkan tangan sambil digoyang-goyangkan atau melakukan pai-pai/soja.

Bagi mereka yang masih memegang teguh tradisi, satu hari sebelum Imlek biasanya diisi dengan kegiatan bersih-bersih rumah, termasuk membersihkan diri secara total dengan mandi dan keramas. Tidak lupa pula dihidangkan kue keranjang dan manisan.

Dengan demikian, maknanya agar kehidupan di masa mendatang lebih baik dan manis. Intinya, sebelum Imlek tiba atau sebelum matahari terbit semuanya selesai dilakukan, sebab jika menyapu di hari Imlek, diyakini membuang rezeki yang ada.

Semua tradisi dan kebiasaan tersebut, bukan sekadar untuk hura-hura, namun menjadi simbol nilai-nilai kehidupan universial. Dengan keberagaman tak menjadikan kita terpecah-belah, namun bagaimana menghargai keberagaman itu. [WR]