MATARAM, Warta NTB – Polresta Mataram resmi menetapkan sepasang kekasih berinisial AP (21) dan HS (19) sebagai tersangka atas dugaan kasus aborsi. Kedua mahasiswa asal Sumbawa ini kini meringkuk di ruang tahanan Polresta Mataram.
Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Kadek Adi Budi Astawa mengatakan, pasangan kekasih yang masih kuliah ini rupanya tidak siap menerima buah cinta mereka. Khawatir menjadi aib keluarga. Keduanya nekat dan sepakat melakukan aborsi.
“Keduanya kini resmi ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pengguguran janin (Aborsi). Dan keduanya masih kami lakukan penahanan di Mapolresta Mataram,’’ ungkapnya, Rabu (16/12/2020).
Kadek mengungkapkan, informasi aborsi itu ini diterima kepolisian pada hari Jumat tanggal 4 Desember 2020 dari petugas IGD RSUD Kota Mataram. Perugas IGD melaporkan ada pasien pendarahan di rumah sakit yang diduga akibat aborsi. Tapi AP saat itu tidak menyebut sudah menkonsumsi obat aborsi sebelum pendarahan.
“Lalu beberapa saat kemudian janin keluar dari rahim AP. Petugas medis mencoba memberikan pertolongan. Tapi janin yang diperkirakan berusia enam bulan itu meninggal dunia,” bebernya.
Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram langsung melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan aborsi itu.
‘’Setelah diperiksa 1×24 jam. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan untuk pengembangan lebih lanjut,’’ kata Kadek.
Terungkap juga, kedua pelaku sudah empat tahun menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih. Dengan pergaulan yang cukup bebas. AP tidak menyangka dirinya sudah hamil enam bulan. Belum siap menerima buah cintanya hadir ke dunia. Keduanya sepakat untuk menggugurkan kandungan dengan membeli obat melalui Situs Online.
‘’Beli obatnya dari Online. Dikasi tahu sama temannya dari Sumbawa. Jenis obatnya sekarang masih kita dalami. Belinya itu seharga Rp 1 juta per Tablet, jadi Rp 4 juta untuk empat tablet,’’ papar Kadek.
Untuk motif pasangan kekasih ini melakukan aborsi. Kadek menjelaskan, keduanya panik dan takut diketahui oleh orang tua masing-masing karena hamil di luar nikah. “Alasannya normatifnya seperti itu. Ini karena takut,” tegasnya.
HS juga mengamini pernyataan Kasat Reskrim Polresta Mataram. Dirinya belum siap punya anak dan takut diketahui orang tuanya.
“Saya belum siap. Saya juga merasa masih terlalu muda,’’ beber perempuan 19 tahun itu menyesal.
Atas perbuatannya, kedua sejoli itu terancam dijerat Pasal 77 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara. (WR-02)