KOTA BIMA, Warta NTB – Dalam rangka mewujudkan “Media Ramah Anak” Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Bima bekerjasama dengan Bidang Anak dan Perempuan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram menggelar diskusi dengan sejumlah wartawan media cetak dan media online Kabupaten dan Kota Bima di Kedai Ilopeta Kota Bima, Sabtu (23/2/2019).
Hadir sebagai narasumber yakni, Juhriati SH ketua LPA Kota Bima dan Sofiyan Asy’ari selaku ketua biro AJI Mataram Bima. Dalam kegiatan diskusi puluhan wartawan yang hadir sepekat mewujudkan media ramah anak dengan bersama-sama menandatangani pakta integritas.
Ketua LPA Kota Bima dalam sambutanya memberikan apreasi kepada media Bima atas eksistensinya dalam mempublikasikan setiap persoalan kasus anak di bawa umur selama ini. LPA Kota Bima merasa terbantu dengan kontribusi pemberita oleh media.
“Diskusi ini diharapkan LPA Kota Bima dan Jurnalis Bima bisa saling mendukung dan bersinergis memberitakan tentang anak dengan cara mengedukasi,” kata Juhriati.
Juhriati mengatakan pemberitaan tentang anak di Kota Bima belakangan ini sangat masiv. Terutama menyangkut beredarnya video dan foto mesum anak. Berita-berita yang dimuat tersebut justru kontra dengan UU nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
“Misalnya masih ada media yang terang-terangan menyebut alamat hingga sekolah anak. Kami dari LPA tidak masalah dieksposes, tapi harus sesuai tidak ketentuan. Misalnya tidak vulgar,” katanya.
Juhriati mengaku pemberitaan tersebut justru akan menganggu psikologis dan mental anak. Bahkan mereka ketakutan ketika muncul dalam pemberitaan. Ia mengatakan saat anak dihadapkan sebuah kasus dan dibawa ke pihak berwajib, pihaknya bertugas melindungi psikologi dan mentalnya.
“Ada satu kasus tahun 2019 ini, yakni seorang anak yang kabur hingga kini tidak mau pulang gara-gara diberitakan. Siapa yang bertanggungjawab pendidikan dan masa depannya,” katanya.
Ia berharap dalam diskusi tersebut Jurnalis bisa lebih arif dan bijaksana, karena dalam penyelenggaraan perlindungan anak, tidak hanya LPA yang bertanggungjawab. Namun yang utama juga peran keluarga masyarakat dan media massa.
“Hal ini sebagai upaya kita menjadikan menjadikan Kota Bima sebagai Kota ramah anak,” katanya.
Juhriati menambahkan saat ini pihaknya sedang giat menjalankan program sehat dan cerdas bermedia sosial terhadap anak, LPA go to school, khutbah keliling untuk memberikan pencerahan dan nasehat pada anak dan orang tua.
Ketua Biro Aji Mataram Bima, Sofiyan Asy’ari mengatakan posisi UU Pers nomor 40 tahun 1999 dan UU nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan anak, memiliki satu kesatuan yang saling terkait.
“Salahsatunya tidak membuat berita cabul dengan deskripsi tanpa melihat video tapi dengan membaca narasi sudah seperti menonton,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, dalam UU Pers nomor 40 tahun 1999, wartawan Indonesia juga tidak langsung menyebutkan identitas kejantanan asusila serta identitas anak pelaku yang terkena tahanan asusila.
“Hal ini bukan membatasi peran jurnalis untuk menulis. Hanya saja ada batasan yang harus dipatuhi dan dipegang bersama dalam kegiatan jurnalistik,” katanya.
Ia berharap jurnalis bisa meramu pemberitaan anak sebagai wahana edukasi terhadap masyarakat. Membuat berita sesuai dengan kode etik yang disepakati organisasi gabungan pers pada 24 Maret 2016 dan UU Pers.
Kabid Anak dan Perempuan AJI Mataram, Atina menambahkan, ada banyak Jurnalis yang kerap tidak teliti menulis berita soal anak. Seperti memperjelas alamat atau latar belakang anak, walaupun nama diinisial atau disamarkan.
“Saya berharap dalam diskusi ini ada kesepahaman bersama seluruh jurnalis yang hadir dalam menulis berita tentang anak. Kita berharap kita adalah Jurnalis yang ramah anak yang memberikan edukasi kepada publik,” katanya.
Dalam diskusi tersebut para peserta dibagi dua kelompok. Satu kelompok membahas tentang beberapa poin pakta integritas antara LPA dan Jurnalis Bima yang akan disepakati bersama kemudian ditanda tangani. Kemudian kelompok lainnya membahas isi berita mengenai video mesum anak yang viral.
Adapun poin Pakta integritas bersama antara LPA Kota Bima dan Jurnalis Bima antara lain:
- Jurnalis dalam menjalankan tugasnya, patuh dan taat pada kode etik jurnalistik dan UU nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers
- Mematuhi UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dalam Memberitakan kasis yang melibatkan anak. Baik sebagai korban maupun pelaku
- Jurnalis dalam memberikan perlindungan pada anak tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan indentitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
- Menyamarkan dan menginisialkan nama, tidak menyebut alamat jelas, atau alamat yang memungkinkan publik mengetahui keberadaan korban anak dan pelaku.
- Wawancara anak harus mendapatkan dampingan dari orang dewasa
- Tidak menampilkan foto/gambar anak secara jelas baik yang menjadi korban maupun pelaku.
- Media Siap Mendukung Program Kota Bima Ramah Anak
- Jika ada kasus hukum yang melibatkan anak, media akan bersinergis dengan LPA
- Pelanggaran terhadap UU Perlindungan Anak dapat diproses hukum sesuai mekanisme dan aturan yang berlaku. (WR-Man)