Setelah10 Tahun Berproduksi, Pemegang Izin Usaha Pertambangan Wajib Divestasi 51% Saham

1771

Jakarta, Wartantb.com – Dengan pertimbangan dalam rangka memberikan manfaat yang optimal bagi negara serta memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha bagi pemegang IUP (Izin Usaha Pertimbangan) Operasi Produksi, IUPK (Izin Usaha Perambangan Khusus) Operasi Produksi, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara, pemerintah memandang perlu mengatur kembali ketentuan mengenai divestasi saham.

Atas dasar pertimbangan tersebut, pada 11 Januari 2017, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dalam PP ini disebutkan, permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi mineral logam, mineral bukan logam jenis tertentu, atau batubara diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling cepat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu IUP Operasi Produksi.

“Permohonan perpanjangan IUP Operasi Produksi mineral bukan logam atau batuan diajukan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya paling cepat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu IUP Operasi Produksi,” bunyi Pasal 45 ayat (1a) PP ini.

Menurut PP ini, permohonan perpanjangan IUPK Operasi Produksi diajukan kepada Menteri paling cepat dalam jangka waktu 5 (lima) tahun dan paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu IUPK Operasi Produksi.

Selain itu, pemegang IUP Operasi Produksi mineral atau batubara yang menjual mineral atau batubara yang diproduksi wajib berpedoman pada harga patokan.

Divestasi

Terkait soal divestasi saham, menurut PP ini, pemegang IUP dan IUPK dalam rangka penanaman modal asing, setelah 5 (lima) tahun sejak berproduksi wajib melakukan divestasi sahamnya secara bertahap, sehingga pada tahun kesepuluh sahamnya paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) dimiliki peserta Indonesia.

Kepemilikan peserta Indonesia sebagaimana dimaksud, dalam setiap tahun setelah akhir tahun kelima sejak produksi tidak boleh kurang dari presentase sebagai berikut: a. tahun keenam 20% (dua puluh persen); b. tahun ketujuh 30% (tiga puluh persen); c. tahun kedelapan 37% (tiga puluh tujuh persen); d. tahun kesembilan 44%(empat puluh empat persen); e. tahun kesepuluh 51% (lima puluh satu persen), dari jumlah seluruh saham.

“Divestasi saham sebagaimana dimaksud dilakukan kepada peserta Indonesia yang terdiri atas Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, atau pemerintah daerah kabupaten/kota, BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta nasional,” bunyi Pasal 97 ayat (3) PP ini.

Penawaran saham sebagaimana dimaksud dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari kalender sejak 5 (lima) tahun dikeluarkannya izin Operasi Produksi tahap penambangan.

PP ini juga menegaskan, bahwa pemegang kontrak karya wajib melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengolahan dan pemurnian, batasan minimum pengolahan dan pemurnian serta penjualan ke luar negeri diatur dengan Peraturan Menteri (yang melaksanakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral).

Ditegaskan dalam PP ini, pihak yang membangun fasilitas pemurnian di dalam negeri wajib memanfaatkan mineral logam dengan kriteria tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan mineral logam dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri.

“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly pada 11 Januari 2017 itu. (Pusdatin/ES)