BIMA, Warta NTB – Kunjungan Kerja (Kunker) yang dilakukan oleh Bupati dan Wakil Bupati Bima akhir-akhir ini kerap menjadi perbincangan hangat netizen di media sosial. Ada yang menanggapi positif dan ada juga yang menanggapi negatif.
Sebagian netizen menilai kegiatan tersebut berkaitan dengan kepentingan Pilkada tahun 2020. Bahkan ada yang menilai kegiatan tersebut melanggar Undang-undang Pilkada sehingga harus ditindak oleh Bawaslu dan jajarannya.
Terkait hal itu, Komisioner Bawaslu Kabupaten Bima Abdurrahman, SH menjelaskan, kunjungan kerja Bupati dan Wakil Bupati Bima yang dihubungkan dengan Pasal 71 Undang-undang 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota harus dipahami secara menyeluruh dan tidak subjektif.
“Kita harus memahami dan mencermati frasa Pasal 71 dalam Undang-undang Pilkada tersebut secara utuh. Jika kemudian ingin dihubungkan dengan Kunker Bupati dan Wakil Bupati. Jangan justru menilai dari aspek kepentingan politik, apalagi sampai menganggap Bawaslu tutup mata dengan persoala itu,” katanya.
Pria kelahiran Ngali 1979 ini menjelaskan, dalam pasal 71 ayat (3) mengatakan Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
“Artinya pasal tersebut mengandung anasir-anasir subjek hukum yang dilarang adalah Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota. Termasuk di dalamnya Penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota sebagaimana ditentukan dalam Pasal 71 ayat (4),” jelasnya.
Perbuatan yang dilarang, terang Abdurahman adalah menggunakan wewenang, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.
“Sedangkan subjek hukum yang dilarang Pasal 71 ayat (3) dan ayat (4) tidak hanya bagi petahana yang mencalonkan, tetapi juga non petahana yang tidak lagi mencalonkan diri,” tambahnya.
Kordiv Penindakan Pelanggaran ini menguraikan, frasa menguntungkan dan/atau merugikan ini berkaitan erat dengan perbuatan hukum seseorang yang sedang memegang jabatan publik dalam melakukan tindakan yang melawan hukum yang dapat membawa dampak yang menguntungkan atau merugikan pihak tertentu dalam sebuah proses pemilu/pemilihan.
Dalam konteks Pilkada Kabupaten Bima sampai saat ini belum ada Pasangan Calon yang telah ditetapkan sehingga dapat dirugikan sebagaimana dalam frasa atau salah satu unsur ketentuan Pasal tersebut.
“Sementara salah satu unsur dalam ketentuan ini secara tegas menyatakan ada “Pasangan Calon” yang akan dirugikan dan atau yang diakibatkan oleh perbuatan yang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan kunjungan kerja tersebut,” imbuhnya. (WR-Man)