BIMA, Warta NTB – Setelah beberapa waktu bungkam, akhirnya Firmansyah selaku Ketua PWI Kabupaten Bima angkat bicara soal tudingan penyalahgunaan dana organisasi dan otoriter yang ditujukan sejumlah pengurus PWi Bima kepada dirinya.
Melalui hak jawab yang disampaikan secara terbuka kepada sejumlah media, Jumat (14/7/2023), Firmansyah mengakui bahwa PWI Bima memang menerima dana hibah dari Pemerintah Kabupaten Bima senilai Rp 40 juta pada tahun 2022.
“Pada akhir tahun 2022 lalu, memang benar ada dana hibah dari Pemkab Bima melalui Dinas Kominfotik Kabupaten Bima untuk PWI Kabupaten Bima senilai Rp 40 juta,” akunya.
Firman menjelaskan, dana tersebut tertuang dalam APBD Perubahan Kabupaten Bima. “Dana tersebut cair setelah kita mengajukan surat/proposal permintaan dana untuk acara pengukuhan pengurus PWI Kabupaten Bima periode 2022-2025,” ungkapnya.
Namun sebelumnya lanjut dia, pengurus PWI Kabupaten Bima telah dikukuhkan lebih awal sebelum dana hibah cair sehingga biaya pengukuhan itu sendiri sebagian diperoleh dari sumbangan donatur dan sebagian dipinjaman dari pihak lain sebesar Rp 20 juta.
“Setelah dana hibah dari Pemkab Bima senilai Rp 40 juta cair, seingat saya saat itu pernah mengajak pengurus PWI atas nama Hermansyah, minta diantar ke bank karena saya dalam kondisi sakit,” jelasnya.
Karena Hermansyah saat itu berhalangan, dia kemudian mengajak M Khardi dan di bank ia dan M Khardi bertemu dengan bendahara. Uang senilai Rp 40 juta dicairkan saat itu juga yang kemudian Rp 20 juta ditransfer ke dua rekening untuk membayar utang organisasi.
“Dari angka Rp 40 juta itu, setelah digunakan untuk membayar utang senilai Rp 20 juta, masih tersisa Rp 20 juta,” bebernya.
Dari uang yang tersisa Rp 20 juta lanjut dia, habis terpakai di tempat sekitar Rp 4 juta untuk rinciannya bendahara yang lebih tahu. Dia juga mengakui bahwa dia juga meminjam uang tersebut secara pribadi sebesar Rp 6 juta untuk keperluan ke Jakarta sehingga total uang yang terpakai dari sisa Rp 20 juta adalah sebanyak Rp 10 juta dan sisanya senilai Rp 10 juta dipegang oleh bendahara.
“Uang yang saya pinjam itu, sudah diganti sedikit-sedikit dan hingga sekarang masih tersisa kurang lebih Rp 2 juta,” ungkapnya.
Sementara sisa uang Rp 10 juta yang ada pada bendahara, kemudian dipergunakan untuk biaya kegiatan rapat beberapa pengurus senilai Rp 500 ribu, biaya bongkar bangunan eks Kantor KPU di Talabiu yang rencananya akan dijadikan sekretariat PWI Bina senilai Rp 1,5 juta.
Selain itu tambah dia, kita pengurus harian juga mengadakan rapat di Wawo, saya menghadiri undangan dari PWI Provinsi NTB dalam rangka acara syukuran di Hotel Lombok Plaza pada bulan Februari 2023, membiaya undangan halal BI halal Idul Fitri 1444 H dari PWI Provinsi NTB di RRI Mataram.
“Ada juga kita membiayai rapat persiapan rekrut atlet untuk seleksi kegiatan Porwanas tahun 2024,” tuturnya.
Firmansyah juga membeberkan bahwa pada tahun 2023 inj, PWI Kabupaten Bima juga menerima dana hibah dari Pemkab Bima melalui Dinas Kominfotik Kabupaten Bima sebesar Rp 25 juta.
“Bantuan dana hibah kedua ini, ada dikenai cas PPn dan PPh nilai persentasenya saya tidak tahu persis dan tertuang dalam dokumen pengajukan pencairan yang saya tanda tangan saat itu,” ungkapnya.
Pencairan bantuan dana hibah kedua ini beberapa hari sebelum idul Fitri 1444 H. Saya menerima uang yang diberikan H Suaeb di ruang kerjanya dalam bentuk tunai dusta kalau dibilang via transfer rekening dan bisa saya buktikan.
“Uang yang saya terima saat itu senilai Rp. 21 juta setelah dipotong pajak dan ini itu. Kaitan ada uang hibah dan pencairan uang tersebut saya kasi tahu bendahara jauh hari sebelum pencairan,” terang dia.
Mengenai penggunaan dana hibah dari Pemkab Bima sebesar Rp 21 juta pada tahun 2023, Firmansyah menjelaskan, dana tersebut sebagian telah dipergunakan untuk keperluan kantor seperti untuk membeli printer dan laptop.
“Dana tersebut dipergunakan antara lain, untuk pengadaan satu unit printer merk Cannon seharga kurang Rp 2 juta dan pembelian 1 unit laptop merk Hp dan aksesoris dengan total harga antara Rp 7 jutaan atau Rp 8 jutaan,” sebutnya.
Sementara sisa uang senilai Rp. 10 juta telah dia serahkan kepada bendahara, dan uang tersebut sebagiannya telah dipergunakan untuk pelaksanaan program bidang advokasi sebesar Rp 1 juta dan hingga saat ini masih tersisa Rp 8,5 juta yang disimpan dalam rekening organisasi.
“Sebagai catatan, uang bantuan dana hibah tahap pertama maupun kedua ini belum kita buatkan SPJ dengan pertimbangan masih ada sisa dana,” tegasnya.
Terkait tudingan tidak terbuka soal penggunaan kepada pengurus, Firman menjelaskan bahwa sesuai Peraturan Rumah Tangga (PRT) organisasi, tidak ada kewajibannya maupun pengurus harian untuk menyampaikan secara implisit soal penggunaan anggaran kepada anggota.
“Kami hanya berkewajiban menyampaikan 1 kali dalam 3 tahun, yakni pada saat konfercab berlangsung. Dan sebagai catatan, anggota tidak berhak menolak rekapan catatan penggunaan anggaran dan hanya ada istilah direvisi apabila ada kekeliruan,” ungkapnya.
“Terkait tuduhan otoriter seorang ketua, saya perlu jelaskan tidak ada keputusan yang fenomenal diambil tanpa ada pembicaraan dengan pengurus harian lainnya,” tambahnya.
Sementara terkait penyampaian mosi tidak percaya ke PWI provinsi NTB, Firmansyah mengakui sudah mengetahuinya, hal itu dilakukan beberapa hari setelah idul Fitri 1444 H dan saya sendiri sudah mengetahui jauh hari sebelum Muhaimin alias Imink dkk berangkat ke Mataram.
Dia juga menegaskan bahwa dalam PD dan PRT PWI tidak ada istilah mosi tidak percaya. Keliru sekali apabila ada anggota PWI yang tidak paham apa lagi tidak tahu kaitan dengan peraturan organisasinya.
“Perlu diingat juga, saya pribadi tidak akan pernah mengundurkan diri sebagai Ketua PWI Kabupaten Bima. Saya menilai desakan mundur suatu permintaan yang mengada-ngada,” tegasnya (WR-02)