Oleh: Rifki Andi Fajar
Mahasiswa Woha Mataram
Pengelolaan sampah berdasarkan wawasan lingkungan serta sebagai upaya menjaga kesehatan masyarakat tampak bermasalah di Kabupaten Bima. Di Kecematan Woha, Ibu kota Kab. Bima, tepatnya di Desa Waduwani ada Tempat Pembuang Akhir (TPA). Namun, sampah dikelola asal-asalan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Bima, dalam hal ini Dinas terkait. TPA tersebut tampaknya dikerjakan tanpa memperhatikan dan mempertimbangkan aspek peraturan perundangan serta asas dan tujuan pengelolaan sampah.
Dari aspek sosial kemasyarakatan, TPA tersebut meresahkan para petani dan masyarakat di sekitaran TPA tersebut. Bukankah pengelolaan sampah harus berdasarkan asas tanggung jawab, asas manfaat, asas kesadaran dan asas nilai ekonomi? Bagaimana bentuk tanggung jawab Pemda, manfaat dan nilai ekonomi untuk masyarakat apa?
Yang ada bukannya manfaat, tapi bau menyengat. Miris. Padahal kalau kita lihat pasal 5 UU No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah menyebutkan bahwa “Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagai mana dimaksud dalam undang-undang ini”.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Waduwani tidak mendapatkan perhatian yang jelas dari Pemda Bima dan Dinas terkait. Keberadaan TPA tidak terisolasi, ditambah lagi dengan tidak tersedianya fasilitas yang memadai, berpotensi mencemarkan lingkungan. Ini berbahaya bagi kesehatan dan kualitas lingkungan masyarakat setempat. Sampah tampaknya dibuang dan ditumpuk begitu saja tanpa ada pengolahan lebih lanjut.
Pemda Jangan Cuek
Tempat pembuangan akhir harus segera mendapatkan perhatian yang serius dari Pemda. Kami tidak ingin lingkungan kami di Desa Waduwani tercemar. Jangan habis manis sepah dibuang, setelah dibuang tidak diurus dan dikelola lagi. Pemda menurut saya harus kreatif. Sampah-sampah tersebut seharusnya dikelola dengan baik (daur ulang) untuk meningkatkan produktifitas masyarakat setempat. Setidaknya dimulai dari kegiatan sosialisasi kepada masyarakat.
Pemda sebagai pelayan masyarakat seharusnya bisa memberikan rasa keadilan kepada masyarakat Waduwani. Rasa keadilan dengan hal sederhana, yakni berhenti merusak lingkungan desa tersebut dengan mengupayakan pengelolaan sampah yang efektif, efisien dan berdaya guna untuk masyarakat.
Pemda Kabupatem Bima harus memperhatikan perintah Undang-Undang tentang Pengelolaan sampah. Dalam hal suatu daerah, masih menggunakan sistem pembuangan terbuka dalam pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) sampahnya, maka Pemda harus membuat perencanaan penutupan tempat pemrosesan akhir sampah dan harus menutup tempat pemrosesan sampah paling lama 5 (lima) tahun terhitung dari berlakunya Undang-undang pengelolaan Sampah sejak 7 Mei 2013.
Sederhananya, masih ada waktu beberapa bulan lagi bagi Pemda untuk menutup TPAnya. Bukankah di TPA tersebut masih menerapkan sistem pembuangan terbuka ?
Fakta sosiologis yang berkembang bahwa masyarakat Waduwani merasa terganggu akibat sampah. Tentu kami sebagai mahasiswa Woha Mataram berharap agar Pemda segera mengelola dengan baik TPA tersebut. Dan sekali lagi saya tegaskan kepada Pemda, berhenti merusak lingkungan kami dengan pembiaraan bau busuk sampah tersebut.
Tentu kami juga berharap semua pihak terkait untuk segera mengelola sampah dengan baik serta bernilai guna untuk masyarakat. Semoga suara kami segera direspon oleh Pemerintah Kabupaten Bima. Salam.